FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR
KANKER SERVIKS
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa jenis mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline). Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung pada lokasinya dan karakter dari keganasan dan apakah ada metastasis. Sebuah diagnosis yang menentukan biasanya membutuhkan pemeriksaan mikroskopik jaringan yang diperoleh dengan biopsi. Setelah didiagnosis, kanker biasanya dirawat dengan operasi, kemoterapi dan/atau radiasi.
Bila tak terawat, kebanyakan kanker menyebabkan kematian. Kanker adalah salah satu penyebab utama kematian di negara berkembang. Kebanyakan kanker dapat dirawat dan banyak disembuhkan, terutama bila perawatan dimulai sejak awal. Ada beberapa faktor pencetus terjadinya kanker antara lain adalah umur, tembakau (rokok), sinar matahari, zat kimia, virus HPV (Human Papilloma Virus), obesitas, diet, alkohol, hormon dan riwayat keluarga.
Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik, yang menyerang leher rahim. Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu, bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh.
Kebanyakan penelitian menemukan bahwa infeksi human papillomavirus (HPV) bertanggung jawab untuk semua kasus kanker leher rahim. Human papilloma virus (HPV) 16 dan 18 merupakan penyebab utama pada 70% kasus kanker serviks di dunia. Perjalanan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 10 hingga 20 tahun. Namun proses penginfeksian ini seringkali tidak disadari oleh para penderita, karena proses HPV kemudian menjadi pra-kanker sebagian besar berlangsung tanpa gejala.
Penularan virus HPV bisa terjadi melalui hubungan seksual, terutama yang dilakukan dengan berganti-ganti pasangan. Penularan virus ini dapat terjadi baik dengan cara transmisi melalui organ genital ke organ genital, oral ke genital, maupun secara manual ke genital. Karenanya, penggunaan kondom saat melakukan hubungan intim tidak terlalu berpengaruh mencegah penularan virus HPV. Sebab, tak hanya menular melalui cairan, virus ini bisa berpindah melalui sentuhan kulit.
Patofisiologi : Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan
intraepitel, perubahan neoplastik, berkembang menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Meskipun kanker invasif berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3-35%. Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1-7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif 3-20 tahun
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7-10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada struma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya demam. Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak.
intraepitel, perubahan neoplastik, berkembang menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Meskipun kanker invasif berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak 3-35%. Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1-7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif 3-20 tahun
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7-10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada struma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya demam. Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak.
Layaknya semua kanker, kanker leher rahim terjadi ditandai dengan adanya pertumbuhan sel-sel pada leher rahim yang tidak lazim (abnormal). Tetapi sebelum sel-sel tersebut menjadi sel-sel kanker, terjadi beberapa perubahan yang dialami oleh sel-sel tersebut. Perubahan sel-sel tersebut biasanya memakan waktu sampai bertahun-tahun sebelum sel-sel tadi berubah menjadi sel-sel kanker. Sel-sel yang abnormal tersebut dapat dideteksi kehadirannya dengan suatu test yang disebut "Pap smear test", sehingga semakin dini sel-sel abnormal tadi terdeteksi, semakin rendahlah resiko seseorang menderita kanker leher rahim. Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dari sel tersebut. Perubahan sel-sel leher rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan beberapa tindakan pengobatan diambil sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel kanker.
Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit, membantu prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti perbandingan dari metode terapi. Tahapan stadium klinis yang dipakai sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh The International Federation Of Gynecologi And Obstetric (FIGO) tahun 1976. Pembagian ini didasarkan atas pemeriksaan klinik, radiologi, suktase endoserviks dan biopsy. Tahapan-tahapan tersebut yaitu: (a). Karsinoma pre invasif; (b). Karsinoma in-situ atau karsinoma intra epitel; dan (c). Kasinoma invasif.
1. Tingkat 0 : Karsinoma insitu atau karsinoma intra epitel
2. Tingkat I : Proses terbatas pada serviks (perluasan ke korpus uteri tidak dinilai).
I a : Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara mikroskopik kedalamannya > 3-5 mm dari epitel basah dan memanjang tidak lebih dari 7 mm.
I a : Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau secara mikroskopik kedalamannya > 3-5 mm dari epitel basah dan memanjang tidak lebih dari 7 mm.
I b : Lesi invasif > 5 mm, bagian atas lesi < 4 cm dan > 4 cm.
3. Tingkat II : Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak sampai dinding panggul.
II a : Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
II b : Penyebaran hanya ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding.
4. Tingkat III : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul.
III a : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul III b : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal / hidronefrosis.
III a : Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul III b : Penyebaran sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul atau proses pada tingkat I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal / hidronefrosis.
5. Tingkat IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria (dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis keluar panggul atau ke tempat yang jauh.
IV a : Telah bermetastasis ke organ sekitar.
IV b : Telah bermetastasis jauh.
Tanda-tanda Kanker Serviks : Perubahan awal yang terjadi pada sel leher rahim tidak selalu merupakan suatu tanda-tanda kanker. Pemeriksaan Pap smear test yang teratur sangat diperlukan untuk mengetahui lebih dini adanya perubahan awal dari sel-sel kanker. Gejala fisik serangan penyakit ini pada umumnya hanya dirasakan oleh penderita kanker stadium lanjut. Yaitu, munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan intim (contact bleeding), keputihan yang berlebihan dan tidak normal, perdarahan di luar siklus menstruasi, serta penurunan berat badan yang drastis. Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien akan menderita keluhan nyeri punggung, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.
Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap smear. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa respon imun bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 hingga 14 tahun dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun. Upaya pencegahan pada kanker serviks berupa vaksinasi dan deteksi dini sangat penting dilakukan karena dapat membantu menurunkan angka prevalensi kanker serviks. Vaksin kanker serviks bekerja dengan meningkatkan kekebalan tubuh untuk dapat melindungi dari infeksi atau re-infeksi HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks. Dari studi klinis terkini, vaksin kanker serviks adjuvant dapat memberi perlindungan yang luas untuk tipe HPV penyebab kanker dengan masa proteksi paling lama dan harga terjangkau bagi lebih banyak perempuan.
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim kanker / tim onkologi). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu : histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
a. Histerektomi : suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan hepar.
b. Radiasi : Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IVa.
c. Kemoterapi : Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain-lain.
melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain-lain.
Komplikasi : Pada tahap yang lebih lanjut dapat terjadi komplikasi fistula vesika
vagina, gejala lain yang dapat terjadi adalah nausea, muntah, demam dan anemi
Pencegahan : Upaya pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan diri dari
faktor resiko seperti : Menghindarkan diri dari hubungan seksual pada usia muda, pernikahan pada usia muda dan berganti-ganti pasangan seks. Merencanakan jumlah anak ideal bersama suami, dan memperhatikan asupan nutrisi selama kehamilan. Menghentikan kebiasaan merokok dan berperilaku hidup sehat.
vagina, gejala lain yang dapat terjadi adalah nausea, muntah, demam dan anemi
Pencegahan : Upaya pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan diri dari
faktor resiko seperti : Menghindarkan diri dari hubungan seksual pada usia muda, pernikahan pada usia muda dan berganti-ganti pasangan seks. Merencanakan jumlah anak ideal bersama suami, dan memperhatikan asupan nutrisi selama kehamilan. Menghentikan kebiasaan merokok dan berperilaku hidup sehat.
I. Contoh Kasus
Ny. Jelita (35 tahun), TB : 165 cm dan BB : 60 kg, mengeluhkan keputihan yang banyak, berbau, dan disertai bercak perdarahan. Akhir-akhir ini, perdarahan semakin banyak dan setelah bersetubuh juga mengalami perdarahan. Nyeri berkemih dan perdarahan rektum juga dialami oleh Ny. Jelita. Oleh dokter, disarankan pemeriksaan histopatologi jaringan biopsy dan sitologi serviks (pap smear). Hasil biopsy menunjukkan adanya mikroinvasi, melibatkan vagina dan infiltrasi parametrium.
Diagnosa : Kanker serviks stadium IIb.
Pertanyaan :
1. Pengobatan atau terapi apa yang dapat dilakukan ?
2. Jika terdapat kemoterapi, fokuskan pada perhitungan dosis, cara pemberian, ESO dan penanganan ESO !
II. Penyelesaian Kasus dengan Metode SOAP
v Subjektif
Nama : Ny. Jelita
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
TB/BB : 165 cm/60 kg
Keluhan : Keputihan yang banyak, berbau, dan disertai bercak perdarahan. Akhir-akhir ini, perdarahan semakin banyak dan setelah bersetubuh juga mengalami perdarahan, nyeri ketika berkemih dan perdarahan rektum.
v Objektif
Hasil biopsy menunjukkan adanya mikroinvasi, melibatkan vagina dan infiltrasi parametrium.
v Assesment
Berdasarkan keluhan, gejala dan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsy dan sitologi serviks maka pasien di diagnosa menderita kanker serviks stadium II B.
v Planning
a) Tujuan Terapi
Tujuan Terapi Jangka Pendek :
§ Mengatasi gejala yang menyertai.
§ Mematikan sel kanker yang telah menjalar baik ke jaringan di sebelahnya maupun yang telah bermetastatis.
§ Menangani efek samping kemoterapi.
Tujuan Terapi Jangka Panjang :
§ Memperpanjang harapan hidup pasien.
b) Sasaran Terapi
§ Sel kanker.
§ Menghentikan perdarahan (gejala).
§ Penanganan efek samping kemoterapi.
c) Strategi Terapi
Terapi Farmakologi :
§ Cisplatin (Kemoterapi) infus IV: 60-120 mg/M2.
Perhitungan dosis Cisplatin berdasarkan luas permukaan tubuh (LPT) :
LPT = √(TB x BB) : 3600
= √(165 x 60) : 3600
= √(9900) : 3600
= Ö 2.75 = 1,65 M2
Dosis = 60 mg/M2 x 1.65 M2 = 99 mg
§ Asam Traneksamat 2 x sehari 1 gram
§ Ondansentron 3 x sehari 8 mg (sebelum dan setelah kemoterapi)
Terapi Non Farmakologi :
§ Dengan melakukan radiasi internal setelah dilakukan kemoterapi.
§ Tidak terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, apalagi tanpa indikasi dan saran dari dokter.
§ Menjauhi rokok, karena kandungan nikotin dalam rokok pun bisa mengakibatkan kanker serviks (leher rahim).
§ Diet rendah lemak, karena wanita yang banyak mengkonsumsi lemak akan jauh lebih berisiko terkena kanker endometrium (badan rahim).
§ Jangan melakukan seks dengan berganti-ganti pasangan (setia pada pasangan).
§ Menjaga kebersihan organ intim dan mengganti pakaian dalam secara teratur.
Pembahasan Kasus
Pada praktikum ini akan dibahas tentang penatalaksanaan terapi pada penyakit kanker. Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA, dan menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel.
Pada kasus ini akan difokuskan pada penatalaksanaan kanker serviks. Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim. Yaitu, bagian rahim yang terletak di bawah, yang membuka ke arah liang vagina. Berawal dari leher rahim, apabila telah memasuki tahap lanjut, kanker ini bisa menyebar ke organ-organ lain di seluruh tubuh. Kebanyakan penelitian menemukan bahwa kanker ini disebabkan oleh infeksi human papilloma virus (HPV).
Pada kasus diketahui bahwa Ny. Jelita (35 tahun), TB : 165 cm dan BB : 60 kg, mengeluhkan keputihan yang banyak, berbau, dan disertai bercak perdarahan. Akhir-akhir ini, perdarahan semakin banyak dan setelah bersetubuh juga mengalami perdarahan. Nyeri berkemih dan perdarahan rectum juga dialami oleh Ny. Jelita. Oleh dokter, disarankan pemeriksaan histopatologi jaringan biopsy dan sitologi serviks (pap smear). Hasil biopsy menunjukkan adanya mikroinvasi, melibatkan vagina dan infiltrasi parametrium.
Penyelesaian kasus diatas dilakukan dengan metode SOAP (Subjective, Objective, Assesment dan Planning). Berdasarkan keluhan, gejala dan hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsy dan sitologi serviks maka pasien di diagnosa menderita kanker serviks stadium II B.
Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan kriteria kanker serviks stadium II B adalah adanya infiltrasi parametrium dan mikroinvasi pada vagina, ini menandakan bahwa sel kanker telah bermetastasis sampai uterus bagian bawah. Pada tipe II B, proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke parametrium tetapi belum sampai dinding panggul.
Tujuan terapi pada penatalaksanaan terapi ini dibagi menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan terapi jangka pendek yaitu mengatasi gejala yang menyertai, mematikan sel kanker yang telah menjalar baik ke jaringan di sebelahnya maupun yang telah bermetastatis, menangani efek samping kemoterapi. Sedangkan tujuan terapi jangka panjang yaitu memperpanjang harapan hidup pasien.
Strategi terapi yang dilakukan meliputi terapi non farmakologi yang meliputi dengan melakukan radiasi internal setelah dilakukan kemoterapi, tidak terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, apalagi tanpa indikasi dan saran dari dokter, menjauhi rokok karena kandungan nikotin di dalam rokok pun bisa mengakibatkan kanker serviks (leher rahim), diet rendah lemak, karena wanita yang banyak mengkonsumsi lemak akan jauh lebih berisiko terkena kanker, jangan melakukan seks dengan berganti-ganti pasangan (setia pada pasangan), menjaga kebersihan organ intim.
Pada kasus kanker serviks stadium II B langkah penanganan yang dilakukan adalah dengan kemoradiasi atau memberikan kemoterapi terlebih dahulu barulah dilakukan radiasi internal. Pada kasus ini tidak boleh dilakukan pembedahan karena sudah terjadi metastasis atau infiltrasi, jika sudah terjadi infiltrasi maka sel kanker akan sukar diangkat (ada sisa-sisa sel kanker yang mungkin bisa berkembang) sehingga hanya dilakukan radiasi (untuk kanker stadium II ke atas).
Sedangkan terapi farmakologi yang diberikan yaitu Cisplatin (kemoterapi) secara infus IV dengan dosis 99 mg, Asam Traneksamat 2 x sehari 1 gram, Ondansetron 3 x sehari 8 mg.
Analisis terapi farmakologi dilakukan dengan metode 4T 1W (tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat dosis dan waspada efek samping). Sebagai kemoterapi diberikan obat Cisplatin dengan dosis 99 mg. Dosis ini sesuai dengan perhitungan luas permukaan tubuh pasien yaitu 1,65 M2, sehingga dari dosis standart 60-120 mg/M2 didapatkan bahwa dosis Cisplatin yang disarankan pada kasus ini yaitu 99 mg. Cisplatin digunakan sebagai Drug of Choice karena obat ini merupakan pilihan pertama untuk kanker serviks dan cisplatin bekerja sebagai anti kanker dengan cara menempelkan diri pada DNA (deoxyribonucleic acid) sel kanker dan mencegah pertumbuhannya. Pada kasus ini tidak tepat bila diberikan siklofosfamid karena obat tersebut harus diberikan secara kombinasi dengan bleomysin (tidak dapat diberikan tunggal). Pemberian kemoterapi ini juga dapat berfungsi sebagai neo adjuvant yaitu pemberian sitotoksik sebelum tindakan radiasi dengan tujuan untuk mengecilkan ukuran sel kanker dan sekaligus untuk melemahkan sel kanker. Cara pemberian cisplatin yaitu secara parenteral melalui infus intravena.
Pada kasus ini pasien mengalami perdarahan yang sering sehingga agar tidak terjadi anemia maka perlu diberikan terapi antifibrinolitik yaitu asam traneksamat dengan dosis per oral 2 x sehari 1 gram. Namun apabila perdarahan telah berhenti maka penggunaan asam traneksamat dapat dihentikan penggunaannya.
Efek samping dari kemoterapi yang paling umum adalah mual dan muntah sehingga sebelum dan setelah dilakukan kemoterapi pasien harus diberi antiemetik untuk memberikan kenyamanan kepada pasien, pada kasus ini diberikan Ondansetron dengan dosis 3 x sehari 8 mg. Pada kasus ini perlu diberi agen imunomodulator karena obat-obat sitotoksik akan membunuh sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang sehingga produksi komponen-komponen darah seperti leukosit, eritrosit dan trombosit akan menurun, akibatnya pasien mudah mengalami infeksi. Namun sebelum diberi imunomodulator dimonitor dahulu kadar leukositnya, jika kadarnya menurun maka perlu pemberian imunomodulator. Pada saat sistem imun menurun maka sebaiknya kemoterapi (obat sitotoksik) dihentikan terlebih dahulu dan diterapi dengan imunomodulator, jika sistem imun telah kembali normal maka kemoterapi dapat dilanjutkan kembali. Contoh imunomodulator yang dapat digunakan adalah leucogen injeksi.
Monitoring yang perlu dilakukan selama proses kemoterapi adalah monitoring penggunaan Cisplatin, yaitu mengenai efek samping dari penggunaan cisplatin yang paling sering muncul adalah nefrotoksik sehingga perlu pemantauan fungsi ginjal secara kontinue, dengan mengukur kadar ClT, jika ClT menurun (<30 ml/menit) maka dosis cisplatin perlu diturunkan. Namun jika ClT kadarnya masih 60-120 ml/menit maka dosis yang digunakan masih 75-100%. Dengan pemantauan fungsi ginjal ini maka dosis obat yang diberikan dapat disesuaikan dengan fungsi ginjal pasien.
Monitoring terhadap efek samping kemoterapi yaitu mual, muntah maka untuk menganggulanginya perlu diberikan antiemetik. Namun semua efek samping ini sementara, begitu kemoterapi dihentikan, kondisi pasien akan pulih kembali seperti semula. Serta efek samping kemoterapi juga terjadi pada sumsum tulang belakang (berkurangnya hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah, sesak nafas, mudah mengalami perdarahan, dan mudah terinfeksi) sehingga untuk melakukan kemoterapi selanjutnya harus diberikan interval waktu untuk memberikan kesempatan pada sumsum tulang untuk kembali normal dalam memproduksi sel darah merah dan sel darah putih.
Sedangkan monitoring terhadap keberhasilan terapi, jika kemoterapi selesai dilakukan maka perlu dilakukan pemantauan secara rutin dengan cara ‘pap smear’ tiap 3-4 bulan sekali untuk mengetahui ada kemungkinan kambuh atau tidak, karena jika terjadi kekambuhan maka penyakit ini akan lebih berbahaya dan angka harapan hidupnya sangat kecil.
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari kanker serviks adalah dengan melakukan vaksinasi HPV, terutama untuk pasien yang telah menikah.
Obat pilihan untuk kanker serviks selain cisplatin adalah carboplatin, dan kombinasi siklofosfamid dengan bleomysin.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2009, Gambaran Umum Kanker Serviks, http://masdanang.co.cc/?p=13, diakses Desember 2009.
Anonym, 2009, Kanker leher rahim, http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker_leher_rahim, diakses Desember 2009.
Anonym, 2009, 13 Fakta Kanker Serviks, http://female.kompas.com/read/xml/2009/03/27/13235013/13.fakta.kanker.serviks.1, diakses Desember 2009.
Anonym, 2009, Informasi Obat, http://www.diskes.jabarprov.go.id/index.php?mod=pubInformasiObat&idMenuKiri=45&idSelected=1&idObat=191&page=8, diakses Desember 2009.
Anonym, 2009, Asam Traneksamat, http://www.hexpharmjaya.com/page/Nexa.aspx, diakses Desember 2009.
Di Piro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., et all, 2005, Pharmacotherapy : A pathophysiologic Approach, Buku 4, Edisi 6, Mc Graw Hill Companies, USA.
Ganiswarna, Sulistia G. dkk, 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, UI-Press, Jakarta.
Putra, S.E., 2008, Mengenal Cisplatin : Obat Kanker yang Berbasis Logam Platinum, http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_anorganik/mengenal-cisplatin-obat-kanker-yang-berbasis-logam-platinum/, diakses Desember 2009.
Riono, Y., 2008, Kanker Leher Rahim, http://dokter.indo.net.id/serviks.html, diakses Desember 2009.
Tim Penyusun IONI, 2000, IONI: Informatorium Obat Nasional Indonesia, Depkes RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Tim Redaktur MIMS Indonesia, 2006, MIMS Indonesia: Petunjuk dan Konsultasi, Edisi 6 2006/2007, PT. Infomaster lisensi dari CMPMedica, Jakarta.
Tim Penyusun ISO Farmakoterapi, 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana., 2007, Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Sampingnya, Edisi Keenam, PT. Elex Media Komputindo Gramedia, Jakarta.
Informasi yang sangat lengkap, sangat membantu saya untuk lebih memahami kanker serviks. Terima kasih banyak ya Bu.
BalasHapusO, iya Bu Enny, saya mau menanyakan, saya pernah membaca rekam medik penderita kanker serviks, disitu tertulis obat yang digunakan adalah WCP. Mohon informasi apa kepanjangan dari WCP tersebut? Terima kasih banyak sebelumnya.
Suwendar, Garut